Kamis, 16 Mei 2013

Akhir Abad 21: Hanya 10 Persen Bahasa Daerah yang Bertahan

Jarang Digunakan, Ratusan Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah

Seorang pejabat Kemendiknas memperkirakan, pada akhir abad 21 ini hanya sekitar 10 persen saja bahasa daerah yang akan bertahan.

Salah satu festival tahunan seni dan budaya Betawi di Jakarta (foto: dok). Kemendiknas berusaha melakukan revitalisasi bahasa daerah dengan menggelar festival seni.

Kepala Bidang Peningkatan dan Pengendalian Bahasa Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional, Sugiyono mengatakan ratusan bahasa daerah di Indonesia terancam punah karena semakin jarang digunakan. Ia memperkirakan pada penghujung abad 21 ini hanya sekitar 10 persen saja yang akan bertahan.

Sugiyono mengatakan urbanisasi dan perkawinan antar etnis merupakan penyebab utama terancam punahnya ratusan bahasa daerah.

Sugiyono mengatakan, "Dari 746 bahasa daerah di Indonesia kemungkinan akan tinggal 75 saja. Dalam teorinya ada karena peperangan, bencana alam tetapi penyebab yang paling utama sekarang ini saya kira urbanisasi dan perkawinan antar etnis. Karena kalau dua orang dari daerah kemudian pindah ke Ibukota atau ke kota besar maka mereka akan berinteraksi dengan etnis lain lalu bahasa etnisnya sendiri itu akan ditinggalkan. Mereka akan memilih bahasa Indonesia sebagai penghubung antar etnik satu dengan etnik yang lain."

Sugiyono menjelaskan dari 746 bahasa daerah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, hanya sembilan yang memiliki sistem aksara, yakni Aceh, Batak, Lampung, Melayu, Jawa, Bali, Bugis, Sunda, dan Sasak.  Sisanya, kata Sugiyono, hanya diturunkan melalui tradisi lisan dan inilah yang perlu dikaji lebih jauh dan didokumentasikan agar tidak hilang.
Menurut Sugiyono, pihak Kementerian Pendidikan Nasional saat ini terus melakukan pengumpulan kosa kata dan merekamnya serta melakukan revitalisasi untuk menghidupkan kembali bahasa daerah dengan menggelar berbagai festival seni di daerah-daerah.

"Bahasa yang bertahan itu umunya punya sistem tulis artinya bahasanya sendiri mempunyai faslitas untuk merekam bahasa itu dalam media selain lisan, ini lebih banyak bertahan. Implikasinya bahasa yang punya sistem tulis itu pasti berkembang katakanlah Jawa, Sunda, Madura dan semua Melayu," kata Sugiyono.

Sementara, pengamat Bahasa dari Universitas Atmajaya Jakarta Bambang Kaswanti Purwo mengajurkan agar setiap orangtua terbiasa menggunakan bahasa daerah dirumahnya.   Selain itu, Kementerian Pendidikan Nasional harus mulai mewajibkan setiap murid menguasai setidaknya satu bahasa daerah. Hal ini dilakukan agar bahasa daerah tidak punah.

Bambang Kaswanti Purwo mengatakan, "Masalahnya sekarang orangtua cenderung enggan menggunakan bahasa ibu (daerah) dan (hanya) menggunakan bahasa Indonesia, karena beranggapan untuk maju anak harus bisa berbahasa nasional. Kalau berbeda justru akan memperkaya anak, kita bagi tugasnya misalnya ayahnya bahasa Jawa, ibunya bahasa Sunda, sehingga anaknya mempunyai kesempatan belajar dua bahasa daerah sekaligus. Tapi kalau bahasa sampai punah, kita tidak mempunyai kekayaan bahasa itu lagi, padahal setiap bahasa memiliki kekhasan dan kekayaan masing-masing."

Badan PBB yang membidangi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Unesco telah mencanangkan tanggal 21 Februari sebagai bahasa ibu internasional. Hal itu dilakukan karena hampir semua bahasa daerah yang berada di sejumlah negara didunia telah terancam punah.

Sumber: http://www.voaindonesia.com/content/jarang-digunakan-ratusan-bahasa-daerah-di-indonesia-terancam-punah-130434473/98538.html.

Jumat, 03 Mei 2013

Karakteristik Guru Abad 21

Di abad ke 21, seorang guru harus bisa menggali kelebihan dan talenta anak dan menjadikan dirinya sebagai seorang fasilitator yang bisa mengembangkan talenta atau kemampuan anak tersebut secara maksimal.



Guru harus meng update diri dan kemampuannya sebagai seorang tenaga pengajar yang fokus pada pengembangan kecerdasan anak baik itu kecerdasan intelektual maupun emosional. 

Guru atau pengajar tidak selalu harus di posisi mengajari,  berteman dengan anak untuk lebih memahami karakter adalah hal yang dibutuhkan anak untuk mendorong anak belajar dengan baik juga merupakan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang guru. Untuk itu, dibutuhkan passion dan dedikasi tinggi terhadap profesi yang satu ini.

Seorang guru adalah adaptor, communicator, learner, visionary, leader, model, collaborator, risk taker.  

Selengkapnya bisa dibaca di:  http://www.kesekolah.com/solusi-pendidikan/karakteristik-guru-abad-21.html
 


Metoda Baca Tercepat Abad 21



Sebuah website sangat mengejutkan saya mala mini. Website milik Lembaga Pendidikan Subaca (Satu Jam Bisa Baca) itu mengklaim dirinya memperkenalkan metode membaca tercepat di abad 21. Hanya dalam satu jam anak sudah mampu membaca?. 

Subaca, adalah, sebuah Bisnis Les Baca Rumahan di bawah naungan ” LEMBAGA PENDIDIKAN SUBACA” yang berkonsentrasi  pada anak usia 3 tahun ke atas yang belum bisa membaca ( Balita) dana anak-anak SD yang belum bisa baca, termasuk usia 40 tahun yang belum bisa membaca.

Menurut website ini, dengan Metode Baca Tercepat Abad 21, yaitu METODE SUBACA ( Satu Jam Bisa Baca) ,mengatakan  sudah membuktikan kecepatannya dalam mengajari anak bisa membaca dan ketagihan membaca ke lebih dari 100 anak di Jepara, Jateng.

Tapi saya jadi sedikit ragu, karena di satu paragraph website ini mengatakan kemudian:  “ Apalagi kami berani memberikan Garansi mahir baca dalam 3 bulan ( 60 Jam pertemuan) , jika tidak terbukti, maka anak anda akan kami privat gratis sampai bisa”.

Padahal, judulnya “Satu Jam  Bisa Baca”!. Namanya juga iklan. Yang jelas, website ini membuat saya terhenyak dan menuliskannya untuk Anda!. 

Untuk orang tua yang punya anak-anak usia SD yang belum bisa baca bisa mencobanya dan bisa mengbungi website ini http://kartubaca.com/. Anda bisa juga membaca beberapa artikel soal membaca.

Kamis, 02 Mei 2013

Penulis Kreatif di Abad ke 21

Peralatan, dan keahlian apa yang mungkin diperlukan penulis kreatif di abad ke-21? Bagaimana Anda memposisikan diri secara strategis dalam membaca dan menulis di era baru ini? 

Inilah beberapa pertanyaan dalam sebuah panel diskusi para penulis di Fordham Lincoln Center, South Lounge, AS, 5 Maret 2013 lalu.
Panelisnya terdiri dari: Monica Ong, Adam Parrish,  Danny Snelson, para penulis negeri Paman Sam itu. 

Pernahkah di negeri kita ada diskusi tentang penulisan kreatif abad ke-21? 



Keahlian Universitas Abad ke 21



Oleh: Jannerson Girsang
 
Malam ini saya membaca sebuah website Universitas Illinois, Amerika Serikat.Universitas ini sudah berani membuat "Iowa Core 21th CenturySkill"
 
Tentu merasa miris juga. Perguruan Tinggi kita masih terseok-seok untuk memenuhi persyaratan akreditasi perguruan tinggi. 
  
Setiap lulusan Universitas Iwoa harus memiliki keahlian yang diperlukan abad ke 21. 

“Each Iowa student must graduate with the 21st century skills necessary for a productive and satisfying life in a global knowledge-based environment. Descriptions of the new global reality are plentiful, and the need for new, 21st century skills in an increasingly complex environment is well documented. In one form or another, authors cite (1) the globalization of economics; (2) the explosion of scientific and technological knowledge; (3) the increasingly international dimensions of the issues we face, (i.e. global warming and pandemic diseases); and (4) changing demographics as the major trends that have resulted in a future world much different from the one that many of us faced when we graduated from high school (Friedman, 2005 and Stewart, 2007). The trends are very clear that each Iowa student will need essential 21st century skills to lead satisfying lives in this current reality”.

Semoga Perguruan Tinggi di Indonesia juga mempersiapkan para mahasiswanya, pendukung proses belajar mengajarnya dengan keahlian abad ke-21. 
 
Selengkapnya bisa dibaca di http://educateiowa.gov/index.php?option=com_content&view=article&id=2332&Itemid=4344.

Model Penulisan di Abad ke 21


Oleh: Jannerson Girsang

Beberapa website yang saya temukan membicarakan bahwa  di abad ke 21, umat manusia di dunia menulis tidak seperti yang pernah ada sebelumnya, yakni bentuk cetak dan online. 

Kita menghadapi tiga tantangan  sekaligus peluang: membangun model baru penulisan, mendesain kurikulum baru mendukung model tersebut, dan menciptakan model mengajarkan kurikulum tersebut. 

Sudahkah negeri Indonesia ini, sekaligus para penulisnya  menyadari  tantangan dan peluang ini?.
Untuk perbandingan dengan negeri kita, saya mencantumkan beberapa website yang membahas penulisan di abad ke-21 sebagai referensi. 

Website Universitas Illinois, Amerika Serikat:  http://www.uiwp.illinois.edu/Yancey.pdf. Writing in the 21 Century. 

Website National  Council of Teacher of English, Amerika Serikat http://www.ncte.org/press/21stcentwriting. Writing in the 21 Century. 

Saya membutuhkan informasi apakah Indonesia sudah membicarakan konsep menulis di abad ke 21 secara nasional.