Pemerintah Indonesia
akan menerapkan kurikulum baru tahun ini, untuk pendidikan di tingkat SD, SMP,
SMA dan SMK, yang kita kenal sebagai kurikulum 2013. Telah muncul pro-kontra di
kalangan pendidik dan masyarakat tentang sejumlah aspek dalam penerapan
kurikulum 2013. Tulisan ini tidak ingin masuk ke arena pro-kontra tersebut,
tetapi ingin menggarisbawahi bahwa perubahan kurikulum pada dasarnya adalah
suatu keniscayaan, karena telah terjadinya pergeseran paradigma belajar abad
21.
Perubahan dan
pembaruan kurikulum harus dipahami sebagai hal yang biasa, karena kurikulum
memang harus selalu bersifat adaptif. Kurikulum harus mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan, tuntutan kebutuhan, serta tantangan, yang selalu
berubah sesuai perkembangan zaman. Abad 21 telah menghadirkan berbagai
perubahan lingkungan yang mendasar, yang menuntut adaptasi tersebut.
Pihak Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI sendiri tampak telah menyadari terjadinya
pergeseran paradigma belajar pada abad 21. Ada empat aspek ciri abad 21 yang
akan diangkat dalam tulisan ini, yaitu aspek informasi, komputasi, otomasi, dan
komunikasi. Tiap aspek ini akan menuntut perubahan drastis, dari model
pembelajaran lama ke model yang lebih pas dengan tuntutan zaman. Mari kita
kupas aspek-aspek tersebut satu-persatu.
Generasi Google
Pertama, aspek
informasi. Berbeda dengan era lama, di mana informasi terasa terbatas dan sulit
dicari, kini informasi tersedia di mana saja, dan bisa diakses kapan saja.
Bahkan banyak siswa SD dan SMP kini sudah terampil menggunakan Internet, serta
memanfaatkan aplikasi Google sebagai mesin pencari informasi di dunia maya.
Siswa kini tidak
harus bertanya kepada gurunya, untuk sekadar tahu tentang sesuatu. Bahkan,
siswa yang rajin menjelajah situs-situs ilmu pengetahuan di dunia maya bukan
tidak mungkin lebih tahu tentang perkembangan keilmuan terbaru dibandingkan
guru yang malas memanfaatkan media Internet.
Oleh karena itu,
model pembelajaran dalam kurikulum 2013 diarahkan untuk mendorong peserta didik
mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberitahu seperti era lama.
Guru tidak selalu dianggap paling tahu tentang segalanya. Jadi, siswa didukung untuk
aktif mencari informasi sendiri.
Kedua, aspek
komputasi. Perkembangan teknologi komputer dan kecerdasan buatan (artificial
intelligence) saat ini telah begitu pesat, sehingga banyak persoalan bisa
dijawab secara cepat oleh komputer yang dilengkapi perangkat lunak yang tepat.
Jika Anda merasa sakit, misalnya, Anda tidak harus bertemu langsung dengan
dokter (manusia), tetapi bisa bertanya-jawab atau berkonsultasi dengan
komputer, yang sudah dilengkapi perangkat kecerdasan buatan dalam ilmu
kedokteran.
Oleh karena itu,
dalam model pembelajaran yang baru, pembelajaran diarahkan agar peserta didik
mampu merumuskan masalah (menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah
(menjawab). Jangan anggap remeh, karena untuk bisa merumuskan masalah dan
mengajukan pertanyaan yang tepat, itu juga membutuhkan tingkat pemahaman dan
kecerdasan tertentu.
Berpikir Analitis,
Bukan Mekanistis
Ketiga, aspek
otomasi. Kita tahu bahwa saat ini otomasi sudah menjangkau hampir segala
pekerjaan rutin dan mekanistis di dunia industri. Penggunaan robot di pabrik
pembuat mobil, misalnya, praktis sudah menggantikan fungsi manusia sebagai
tenaga perakit. Untuk hal-hal yang rutin dan mekanistis, robot bahkan bisa
bekerja lebih akurat dan cermat daripada manusia.
Dengan melihat
konteks demikian, maka dalam kurikulum 2013, pembelajaran diarahkan untuk
melatih siswa agar mampu berpikir analitis (pengambilan keputusan), bukan
berpikir mekanistis (rutin). Peserta didik selayaknya tidak berpikir seperti
robot atau mesin, yang tinggal melaksanakan arahan atau perintah.
Terakhir, aspek
komunikasi. Di era lama, komunikasi sering berlangsung searah, seperti orang
menonton siaran televisi atau membaca koran. Atau seperti komunikasi antara
atasan dan bawahan, di mana si bawahan hanya menerima instruksi dan arahan,
tanpa berhak mempertanyakan isi arahan. Si pengirim pesan dan penerima pesan
sudah jelas dan tetap.
Tetapi di abad 21,
komunikasi bisa berlangsung dari mana saja dan ke mana saja. Media online,
misalnya, memudahkan terjadinya interaksi bolak-balik antara pengirim dan
penerima pesan (komunikasi tidak cuma searah). Media sosial seperti Facebook,
Twitter, dan blog, memungkinkan setiap warga memiliki media sendiri untuk
berkomunikasi dan mengirim pesan ke audiens yang luas, bukan sekadar menerima informasi.
Maka model
pembelajaran yang ditawarkan kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang menekankan
pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Adalah suatu
yang absurd, jika di tengah keterbukaan informasi dan kemudahan berkomunikasi,
ada pihak yang tertutup, terkucil atau menutup diri. Dalam dunia yang semakin
terbuka dan kompleks, penyelesaian masalah tidak bisa dikerjakan sendiri,
tetapi akan jauh lebih mudah jika dilakukan lewat kerjasama dan kolaborasi.
Ada banyak aspek
belajar lain yang mungkin telah bergeser dari paradigma lama yang biasa kita
kenal. Kurikulum 2013 memang disusun untuk mengantisipasi perkembangan.
Masalahnya sekarang, seberapa siapkah sistem pendidikan kita dalam mengadopsi
dan menerapkan kurikulum 2013 itu untuk tahun ini.
Kesiapan itu
menyangkut sosialisasi kepada para guru, kepala sekolah, praktisi pendidikan,
dan para pemangku kepentingan lain. Sosialisasi ini bukan sekadar tahu, tetapi
juga mengerti dan menghayatinya. Juga, adanya dukungan tenaga, sumberdaya,
perangkat teknis, dana, dan berbagai hal konkret lain. Mengingat arti penting
dan strategis dari kurikulum 2013, kita berharap masalah yang menyangkut
hal-hal teknis seperti ini dapat segera diatasi.